Sabtu, 20 Oktober 2012
Realita Cinta di Atas Mimpi (duka,senja): SANG PESAKITAN (surat untuk kumala)
Realita Cinta di Atas Mimpi (duka,senja): SANG PESAKITAN (surat untuk kumala): Tangisanmu makin lama makin mengiris-iris hati,bukan karena hati yang beralih,lebih karena hati yang berontak memperjuangkan perasaan yg mem...
KESETIAAN(perselingkuhan)ABADI BANOWATI DAN ARJUNA
RATIH KUMALA… dari namanya mengingatkanku pada tokoh dalam kisah Mahabharata yang bernama Banowati. Nama Banowati dalam bahasa Sansekerta dieja sebagai Bhanu yang berarti Matahari dan Matti atau Wati yang berarti wanita. Artinya wanita yang bercahaya seperti wulan dari atau bulan purnama .seringkali aku merasa harus tunduk lirih tak kuasa menahan pesona tatapannya. Perilakunya lembut, tegas, mandiri, cantik dan terkadang genit. Just like Banowati, tidak hanya secara fisik… psikisnya pun demikian. Ya, karena saat ini ia memendam kecewa dengan pilihan hidupnya, kecewa dengan jodoh yang telah diatur oleh kedua orangtunya. Meskipun suaminya lelaki mapan dan terhormat di kalangan masyarakat, dewi tak dapat memaksa diri untuk bertahan membalas cinta sang suami. meskipun berstatus sebagai istri Duryudana, namun Banowati menikmati rendezvous dan impian-impiannya bersama Arjuna,
Namun Untuk urusan cinta dan kasih sayang kepada istrinya, Duryudana sangat berbeda dengan sifat kesehariannya. Duryudana menjadi sosok yang luar biasa dan mungkin bisa menjadi contoh yang baik dalam mencintai dan mampu menerima cinta apa adanya. Bahkan kesetiaan dia terhadap istrinya tidak masuk akal.
Berikut sepenggal kisah yang menandakan betapa cinta dan setianya Duryudana dengan istrinya Banowati.
“Suamiku bagaimana kabar dari perang Baratayuda? Apakah sudah berakhir? Apakah Kanda telah menyerahkan sebagian negri Astina kepada Pandawa?”
Mendengar pertanyaan dari bibir indah istrinya Banowati, seakan menusuk perih jiwa Duryudana. Ia sadar, apa maksud dari pertanyaan istrinya, yang sebenarnya ingin memastikan keselamatan dari kekasih abadinya, Arjuna.
“Istriku tercinta, perang masih berlangsung. Banyak sudah pepunden dan orang-orang terkasih telah gugur dalam peperangan ini. Eyang Bisma, telah gugur membela negri. Guru kami Durna, pun telah tiada. Dan suami dari kakakmu Surtikanti, Kanda Karna, pun telah gugur setelah menjadi senapati Astina. Kakakmu Surtikanti, mati bela pati,” geram Duryudana membayangkan gugurnya para andalannya yang gugur dalam pertempuran itu.
“Lalu apa kata dunia, bila mereka-mereka yang telah memberikan nyawa untuk negri ini sementara aku kemudian menyerah kalah? Sungguh aku akan dicap menjadi orang tak tahu diri. Termasuk golongan pecundang. Berpesta pora di atas darah dan peluh orang-orang yang membantu kemulyaan kita. Ingat Banowati istriku, selama tubuh Duryudana ini masih tegak berdiri. Selama nyawaku masih berada dalam jasadku, selama itu pula aku akan tetap melanjutkan peperangan ini,” tekat Duryudana dengan menahan amarah dan dendam membara.
“Namun bukankah Pandawa masih saudara kita sendiri Kangmas ? Bukankah sebenarnya Kangmas dapat menghindari perang saudara ini dengan memberikan hak mereka akan sepenggal tanah di Astina ini. Bukankah sebagai gantinyapun, rama Prabu Salya telah bersedia memberikan negeri Mandraka bila Kangmas menghendakinya ?” pedih Banowati tidak berdaya.
“Oooo Banowati, dinda tidak mengerti bagaimana perih hati ini menyaksikan kemenangan sedikit demi sedikit diraih Pandawa. Meskipun itu juga tidak diperoleh dengan percuma. Banyak ksatria mereka yang tewas juga. Namun Pandawa masih lengkap berjumlah lima, sedangkan Kurawa ? Tinggal berjumlah lima, dinda. Seratus tinggal lima. Bagaimana pertanggungjawabanku terhadap adik-adikku yang berkorban demi kemulyaan kakaknya, kalau aku saat ini menyerah begitu saja. Tidak, dinda ! Tidak saat ini dan tidak untuk selamanya ! Meskipun Pandawa masih bersaudara dekat denganku, meskipun masa kecil kami lalui bersama, namun saat ini keyakinanlah yang membuat peperangan antara kami harus terjadi”
“Oleh karenanya, kanda pamit kepadamu dinda. Ijinkanlah suamimu ini tuk maju ke medan laga. Perang pastilah menghasilkan hanya ada dua pilihan. Antara menang atau sebagai pecundang, antara masih hidup atau meregang nyawa. Itu yang kanda sadarai dan tentunya juga si Adi. Dinda tahu bagaimana cinta kanda kepadamu. Dari awal kita menikah hingga kini tiada berkurang, bahkan terus bertambah dari waktu ke waktu. Cintaku buta, tidak peduli akan terpaan kejadian apapun ataupun gejolak di hatimu yang setidaknya aku ketahui,” lembut Duryudana mengungkapkan hal itu.
Kembali tergambar, masa dimana Banowati akhirnya berhasil dinikahinya meskipun dia tahu bahwa tak akan pernah mampu memiliki hati dan cintanya. Cinta kasih Banowati telah terengkuh dibawa pergi oleh Arjuna. Duryudana sadar akan kelemahan dirinya. Namun cintanya begitu telah tertanam dan tertancap kuat dalam relung hatinya. Biarlah apa kata orang tentang istrinya ataupun apapun sikap istrinya terhadap dirinya yang adakalanya tersirat mengungkapkan harapan sejatinya, baginya Banowati adalah satu-satunya wanodya (wanita) yang dikasihinya sepenuh hatidan tiada tergantikan. Meskipun bila dia maum puluhan bahkan ratusan wanita yang tidak kalah cantik dengan Banowati mampu didapatkannya, namun Duryudana tiada mampu melakukan itu, karena Banowati selalu memenuhi pandangan di setiap sisi hatinya.
Dan saat dia harus maju perang sendiri ke medan perang, yang diingatnya hanyalah Banowati. Keselamatan Banowati adalah yang paling utama, maka dia memerintahkan prajurit kerajaan untuk mengamankan istri tercintanya ke tempat persembunyian. Sebelum dia maju berperang melawan Pandawa, Duryudana harus yakin akan keselamatan Banowati, meskipun dia maju untuk menjemput maut.
Lelaki itu bernama Aswatama. Ia anak Pandita Drona. Ia punya rindu-dendam terhadap perempuan. .
Syahdan, Prabu Salya raja Mandaraka mempunyai tiga orang putri. Semuanya rupawan. Ialah Erawati, Surthikanti dan Banowati. Yang paling cantik sekaligus binal namanya Banowati. Disamping cantik dan binal ia molek. Banyak lelaki melambungkan khayalan padanya. Hukum dunia telah digariskan, wanita cantik berjodoh dengan lelaki rupawan. Yang binal dapat yang jalang. Banowati juga tahu hukum dunia itu. Karenanya ia berani jatuh hati pada Arjuna, sang penengah Pandawa,lelananging jagad – pejantan dunia, lelaki paling jalang diantara yang jalang. Gayung bersambut. Playboy dunia wayang itu tidak menampik Banowati. Maka terjadilah percintaan yang membirahi.
Di tempat lain Prabu Drupada raja Panchala terluka hatinya karena ulah Pandita Drona. Drupada lantas melakukan ritual Putrakama Yadnya, ritual memohon anak, dengan tujuan anak tersebut kelak sebagai sarana untuk membunuh Drona. Lahirlah dua orang, yang lelaki diberi nama Drestajumna, yang perempuan Dropadi. Malang nian anak-anak ini, mereka dimohonkan lahir kedunia dengan ungkapan dendam.
“Wahai Drestajumna pergilah ke penjuru bumi. Timbalah ilmu dari guru-guru sakti karena kelak takdir menuntutmu untuk membunuh Drona, guru yang sombong dan tidak adil itu.”
Drestajumna menuruti ayahandanya. Ia harus kukuh sebagai mesin pembunuh. Berat rasanya menjadi calon pembunuh secara sadar sejak awal. Kenapa pula harus Drona. Guru para Pandawa sekaligus Kurawa. Tetapi ia harus patuh pada ayahnya. Ia pergi. Mempersiapkan pembunuhan yang menentukan itu.
Sebagai ayah, Drona begitu sayang pada Aswatama. Seisi dunia akan ditampiknya jika harus diganti dengan Aswatama, kebanggaannya. Drona bersumpah akan rela menyusul mati jika Aswatama mati. Sumpah itu – seperti biasa – dicatat oleh dewa, dan, seperti biasa akan dibocorkan kelak pada saatnya.
Drona memang seorang guru yang mumpuni. Tetapi ia tidak adil. Kepada Aswatama ia memberi pelajaran lebih, melebihi apa yang ia berikan kepada Pandawa dan Kurawa. Lambat namun pasti Aswatama telah menjelma menjadi paling tangkas dan sakti. Tetapi Aswatama tahu diri, ia bukan kasta ksatria, ia lebih baik tidak menonjolkan diri. Biarlah para ksatria dunia yang menonjol, ia cukup dibelakang layar saja. Toh ia bisa mengambil peran lain.
Sesungguhnya Aswatama tak luput dari pesona Banowati. Ia tergila-gila. Tetapi ia selalu diajari untuk tampil dibelakang layar. Mental seperti inilah yang menjadikan Aswatama tidak berani menyatakan cinta pada Banowati. Aswatama tahu diri, ia bukan ksatria. Aswatama menanggung pilu saat Banowati semakin dekat dengan Arjuna. Aswatama dendam, tetapi tidak berdaya. Nyatalah sudah bahwa di jaman kuno, kasta adalah segalanya.
Malam telah gelap memekat bersenggama dengan bau wangi dupa yang menaburi dingin. Suasana yang sempurna bagi insan yang menyimpan rahasia. Tetapi tidak bagi mata Aswatama. Ia bisa memahami dan memastikan, di sudut sana, pujaan hatinya tengah berdua dengan Arjuna. Saat-saat yang selalu dilanjutkan dengan percumbuan dan persetubuhan. Asawatama terluka, tetapi tidak berdaya. Oh Banowati, mengapa kau begitu hina. Tetapi…tetapi…aku cinta.
Pertentangan Pandawa dan Kurawa semakin hebat. Kedua kubu semakin aktif membangun aliansi. Pada pertemuan di Balairung Hastina, Sangkuni memberi petuah pada Doryudana.
“Wahai raja Astina memang sudah menjadi kehendak dewata jika perang bakal meletus. Perang tentu akan dimenangkan oleh pihak yang lebih kuat dan lebih banyak mendapat dukungan dari negara sahabat. Hendaknya sang prabu membangun persekutuan dengan cara apapun. Ada satu kerajaan yang harus segera paduka dekati karena disamping mereka kuat juga telah condong hatinya kepada Pandawa, ialah negeri Mandaraka yang dipimpin Prabu Salya.”
“Bagaimana mungkin kita bisa merebut hati Prabu Salya, sedangkan mereka bertetangga dengan Pandawa sejak jaman kuno, wahai patihku. Bukankah Salya itu juga ipar Pandu, ayah Pandawa.
Sangkuni terkekeh. Dari mulutnya yang bau kemenyan meluncurlah saran yang jitu.
“Paduka jangan berkecil hati. Prabu Salya punya tiga orang putri. Pinanglah salah satunya. Perkawinan paduka akan menyatukan dua kerajaan.” Doryudana terkesima.
Tetapi memang Balairung itu terlalu terbuka. Banyak kuping yang mendengar. Dalam tempo tidak seberapa lama setelah pertemuan itu muncul kabar, Erawati diculik oleh Baladewa untuk diperistri, sedangkan Surthikanti dilarikan Karna untuk maksud yang sama. Salya yang sombong keberatan jika Erawati diperistri oleh Baladewa, keberatan mana baru mencair setelah Salya tahu bahwa Baladewa juga raja di Mandura.
Sedangkan Surthikanti diikhlaskan menjadi milik Karna sebagai jaminan kesetiaan agar bersedia membela Kurawa saat bharatayuda. Tinggal satu yang tersisa : Banowati. Tetapi Doryudana ragu, bukankah ia telah berpacaran dengan Arjuna, musuh besarnya. Tetapi ini politik. Keraguan harus disimpan dilaci kusam.
Pinangan segera dilakukan. Salya akhirnya menerima pinangan itu karena Doryudana memberikan seserahan harta yang berlimpah. Tetapi Banowati menolak dengan cara sangat halus. Banowati menetapkan syarat yang pastinya akan ditolak oleh Doryudana. Apakah itu?
“Rama Prabu, saya akan menerima pinangan Doryudana tetapi dengan satu syarat yaitu kelak menjelang perkawinan, saya minta dalam ritual siraman dimandikan diruang tertutup.” Mendengar penuturan putrinya Salya tersenyum. Itu hal yang mudah.
“Yang memandikan adalah Arjuna.” Salya terdiam.
Itu mustahil.
Mendengar syarat itu Doryudana begitu terpukul. Harga dirinya tersinggung dahsyat. Bagaimana mungkin calon pengantinnya mandi siraman dengan Arjuna. Tetapi Patih Sangkuni segera menengahi.
“Paduka, sebaiknya syarat itu diterima saja. Kemenangan di Kurusetra jauh lebih penting dari pada persyaratan yang remeh-temeh itu. Ingatlah bahwa Paduka adalah seorang raja yang bertugas melindungi seluruh Hastina. Para Nabi dan bijak bestari pun sejak dahulu hingga kedepan senantiasa melangsungkan perkawinan politik, demi negara, ingat itu sang Prabu.”
“Tetapi bukan dengan cara seperti ini paman patih.”
“Coba Sang Prabu pikir kembali, Mandaraka punya seratus ribu prajurit. Jumlah sebanyak itu akan jatuh ketangan Pandawa manakala Banowati diperistri Arjuna. Sang Prabu harus bertindak cepat, jangan sampai Banowati terlepas seperti halnya Erawati dan Surthikanti. Toh nanti sang Prabu bisa mengambil istri lagi.” Kalimat terakhir ini diucapkan Sangkuni dengan mata berkedip-kedip.
Doryudana yang lemah itu akhirnya menuruti kata Sangkuni. Godaan kekuasaan menutupi kehormatan. Pernikahan tanpa cinta dari kedua belah pihak akhirnya dilangsungkan juga. Sejak itu, Aswatama semakin tenggelam dalam perasaannya sendiri yang tidak jelas. Sebagai pelampiasan Aswatama giat berlatih olah keprajuritan. Ia merasa akan mengambil peran menentukan dalam bharatayuda. Ia semakin tak tertandingi.
Banowati walau telah menjadi istri Doryudana tetap membuka hati, dan berjanji dengan arjuna untuk saling setia
“Kemarilah, Raden.
nikmati tubuhku malam ini sebagai penghilang penat siangmu.”
nikmati tubuhku malam ini sebagai penghilang penat siangmu.”
Wajah cantik,
rambut panjang bak mayang mengurai,
kulit langsat, bibir merekah, pipi merona,
cinta yang tak bertepian hanya untukmu.
kulit langsat, bibir merekah, pipi merona,
cinta yang tak bertepian hanya untukmu.
“Putri, menikahlah denganku.”
“Tidak! Aku sudah bersuami.”
“Tapi engkau mencintaiku.”
“Cinta saja tak cukup, Raden.
Aku butuh lelaki setia.”
“Tidak! Aku sudah bersuami.”
“Tapi engkau mencintaiku.”
“Cinta saja tak cukup, Raden.
Aku butuh lelaki setia.”
“Setia? Bukankah engkau telah menduakan suamimu
bahkan sejak engkau belum bersuamikan dia?”
bahkan sejak engkau belum bersuamikan dia?”
“Ya, Raden.
Aku memang mencintaimu.
Tapi aku bukan Srikandi ataupun Subadra.
Tak mungkin aku membagi suamiku dengan perempuan lain.”
Aku memang mencintaimu.
Tapi aku bukan Srikandi ataupun Subadra.
Tak mungkin aku membagi suamiku dengan perempuan lain.”
“Putri…”
“Raden, cukuplah kita seperti apa adanya kita.
Dengan begini, aku takkan pernah menjadi perempuan yang engkau khianati.”
Dalam kisah Mahabarata, Duryudana dikenal sebagai tokoh antagonis. Dia memiliki sifat dan sikap yang buruk. Berbagai watak yang tidak baik seperti tidak peduli,mau menang sendiri.kejam dan tidak menghargai dan mengindahkan nasehat para sesepuh dan berbagai watak yang tidak baik lainnya sudah menjadi watak kesehariannya.“Raden, cukuplah kita seperti apa adanya kita.
Dengan begini, aku takkan pernah menjadi perempuan yang engkau khianati.”
Namun Untuk urusan cinta dan kasih sayang kepada istrinya, Duryudana sangat berbeda dengan sifat kesehariannya. Duryudana menjadi sosok yang luar biasa dan mungkin bisa menjadi contoh yang baik dalam mencintai dan mampu menerima cinta apa adanya. Bahkan kesetiaan dia terhadap istrinya tidak masuk akal.
Berikut sepenggal kisah yang menandakan betapa cinta dan setianya Duryudana dengan istrinya Banowati.
“Suamiku bagaimana kabar dari perang Baratayuda? Apakah sudah berakhir? Apakah Kanda telah menyerahkan sebagian negri Astina kepada Pandawa?”
Mendengar pertanyaan dari bibir indah istrinya Banowati, seakan menusuk perih jiwa Duryudana. Ia sadar, apa maksud dari pertanyaan istrinya, yang sebenarnya ingin memastikan keselamatan dari kekasih abadinya, Arjuna.
“Istriku tercinta, perang masih berlangsung. Banyak sudah pepunden dan orang-orang terkasih telah gugur dalam peperangan ini. Eyang Bisma, telah gugur membela negri. Guru kami Durna, pun telah tiada. Dan suami dari kakakmu Surtikanti, Kanda Karna, pun telah gugur setelah menjadi senapati Astina. Kakakmu Surtikanti, mati bela pati,” geram Duryudana membayangkan gugurnya para andalannya yang gugur dalam pertempuran itu.
“Lalu apa kata dunia, bila mereka-mereka yang telah memberikan nyawa untuk negri ini sementara aku kemudian menyerah kalah? Sungguh aku akan dicap menjadi orang tak tahu diri. Termasuk golongan pecundang. Berpesta pora di atas darah dan peluh orang-orang yang membantu kemulyaan kita. Ingat Banowati istriku, selama tubuh Duryudana ini masih tegak berdiri. Selama nyawaku masih berada dalam jasadku, selama itu pula aku akan tetap melanjutkan peperangan ini,” tekat Duryudana dengan menahan amarah dan dendam membara.
“Namun bukankah Pandawa masih saudara kita sendiri Kangmas ? Bukankah sebenarnya Kangmas dapat menghindari perang saudara ini dengan memberikan hak mereka akan sepenggal tanah di Astina ini. Bukankah sebagai gantinyapun, rama Prabu Salya telah bersedia memberikan negeri Mandraka bila Kangmas menghendakinya ?” pedih Banowati tidak berdaya.
“Oooo Banowati, dinda tidak mengerti bagaimana perih hati ini menyaksikan kemenangan sedikit demi sedikit diraih Pandawa. Meskipun itu juga tidak diperoleh dengan percuma. Banyak ksatria mereka yang tewas juga. Namun Pandawa masih lengkap berjumlah lima, sedangkan Kurawa ? Tinggal berjumlah lima, dinda. Seratus tinggal lima. Bagaimana pertanggungjawabanku terhadap adik-adikku yang berkorban demi kemulyaan kakaknya, kalau aku saat ini menyerah begitu saja. Tidak, dinda ! Tidak saat ini dan tidak untuk selamanya ! Meskipun Pandawa masih bersaudara dekat denganku, meskipun masa kecil kami lalui bersama, namun saat ini keyakinanlah yang membuat peperangan antara kami harus terjadi”
“Oleh karenanya, kanda pamit kepadamu dinda. Ijinkanlah suamimu ini tuk maju ke medan laga. Perang pastilah menghasilkan hanya ada dua pilihan. Antara menang atau sebagai pecundang, antara masih hidup atau meregang nyawa. Itu yang kanda sadarai dan tentunya juga si Adi. Dinda tahu bagaimana cinta kanda kepadamu. Dari awal kita menikah hingga kini tiada berkurang, bahkan terus bertambah dari waktu ke waktu. Cintaku buta, tidak peduli akan terpaan kejadian apapun ataupun gejolak di hatimu yang setidaknya aku ketahui,” lembut Duryudana mengungkapkan hal itu.
Kembali tergambar, masa dimana Banowati akhirnya berhasil dinikahinya meskipun dia tahu bahwa tak akan pernah mampu memiliki hati dan cintanya. Cinta kasih Banowati telah terengkuh dibawa pergi oleh Arjuna. Duryudana sadar akan kelemahan dirinya. Namun cintanya begitu telah tertanam dan tertancap kuat dalam relung hatinya. Biarlah apa kata orang tentang istrinya ataupun apapun sikap istrinya terhadap dirinya yang adakalanya tersirat mengungkapkan harapan sejatinya, baginya Banowati adalah satu-satunya wanodya (wanita) yang dikasihinya sepenuh hatidan tiada tergantikan. Meskipun bila dia maum puluhan bahkan ratusan wanita yang tidak kalah cantik dengan Banowati mampu didapatkannya, namun Duryudana tiada mampu melakukan itu, karena Banowati selalu memenuhi pandangan di setiap sisi hatinya.
Dan saat dia harus maju perang sendiri ke medan perang, yang diingatnya hanyalah Banowati. Keselamatan Banowati adalah yang paling utama, maka dia memerintahkan prajurit kerajaan untuk mengamankan istri tercintanya ke tempat persembunyian. Sebelum dia maju berperang melawan Pandawa, Duryudana harus yakin akan keselamatan Banowati, meskipun dia maju untuk menjemput maut.
Selasa, 16 Oktober 2012
SANG PESAKITAN (surat untuk kumala)
Tangisanmu makin lama makin mengiris-iris hati,bukan karena hati yang beralih,lebih karena hati yang berontak memperjuangkan perasaan yg memang sudah tumbuh.tertanam dan tersirami air suci dari mata kita,kenyataan yg memang menjadikan raga kita terpisah dari kesatuan hati yang terikat kuat oleh nadi seandainya terpotong ikatan itu hanya akan membunuh bukan melepaskan,hanya ragawi yang tak bisa berontak pasrah pada nasib,hingga kauperlakukan tubuhmu untuk kepuasaan dia yg duniawi,aku paham jiwa kita damai dlm impian dlm rumah kebahagian yang kita bangun lewat mimpi dan air mata ini aku tak lagi buthuh ragamu karena aku sudah menyatu dalam bangunan mimpi kita,kumala......tak perlu menangisi terpisahnya raga kita,sesuatu yg agung telah menyatukan kita tanpa ada yg tau dan bisa memasukinya kita dalam dimensi lain,bukan dimensi ego,nafsu ataupun kepura-puraan,dimensi bagi pesakitan ragawi seperti kita ini.kamu tau tangismu terlalu suci untuk tertuang dalam perasan ragawi,kesucianmu dalam mimpi kita tlah berhiaska]n kasih sayang dan slalu menjadi rahasia kita mari kita simpan dlm kotak misteri didalam bangunan mimpi kita hingga suatu saat nanti akan menjadi cerita haru pilu bagi yg menemukanya,kumala.........Malam ini semua larut dalam mimpi mereka mungkin ragamu juga larut dalam melayani keegoisan,aku iklas.biarkan aku berjalan menapaki bangunan ini dan menghiasi seluruh ruanganya dengan air mata.
Kamis, 11 Oktober 2012
LARUNG BAHTERA END
ya,teryata apa yang kita coba bangun kini telah porak poranda karena pondasi kasih kita yang rapuh,awan hitam bergulung - gulung saat petir pertama terdengar sekaligus membuyarkan alam lamunanku yang belum selesai,e akan entah hati kamu kini dimana aku tak ingin tau dan mencoba tau,yang masih kupahami kamu memberiku dua pilihan dan tak satupun yang aku mampu selain meninggalkanmu.angin lautan malam ini terasa dingin menusuk diujung sana terlihat beberapa kali kilatan kilatan yang nampak seperti harapan.tapi kapal yang juga peraduanku terakhir ini seperti tak akan berlabuh,semua terlihat berputar dan hanya terdengar jeritan jeritan putus asa,seperti sorak sorai kegerbang lain aku sendiri sudah tak bisa melihat apa apa yang kurasakan hanya dingin dan gelap rasa sakit sudah musnah berganti semilir angin sejuk membelai tubuhku,dan semua menjadi terang tapi kosong tak ada apapun.
Selasa, 09 Oktober 2012
LARUNG BAHTERA
Perasaan ini,pelan langkahmu membawa berita "akan baik baik saja'tepat tapi tidak hati yang lama terkunci sepi kehausan akan air kasih sayang yang pernah kau beri mesti setetes,telah kembali memberi hidup dan tumbuh benih yang seharusnya telah lama mati,angsa kembali menepi terdiam menatap pantulan danau hingga dia bisa lihat pribadinya,angsa itu pelan mencoba mengepakkan sayapnya tak wajar seperti baru belajar terbang,kumala bayanganmu kian mengecil,lumajang kelihatan gersang air tak nampak bisa menghidupi semua yg tumbuh dari bumi,entah tinggal berapa langkah lagi jarak yg seharusnya jauh seperti memberontak inggin lekas memisahkan dan bermusuhan dengan kebersaamaan kita,angin menerpa kedua mataku tak semilir tapi panas mendesis,bagai taring ular menikam badanku .
LARUNG BAHTERA
....entah,aku melihat dibalik bahtera ini ada keabadian diantara kita,tidak teratur tapi bukan pula abstrak,tangismu menjadi lagu syahdu menjadi ritme perjalanan ini,kumala .....entah berapa hela nafas menyuarakan dirimu semua tak terkendali tentangmu,ada kala suatu hari didanau tenang hanya ada seekor angsa mengelepar kesana kemari mencoba menyibak ketenangan danau mata kita tak sedekat perasaan,........
LARUNG BAHTERA
Saat sriti senantiasa menunggu di puncak cemara sewu,lima musim tlah berlalu,menimbulkan kecemasan dan kekecewaan,sritipun lenggang melangkah mengapai alam baru,tapi kekuatanku melebihi sriti.daun jati yang sudah terlanjur menguning tetap enggan berguguran,kecemasaan ini bagai sang perawan menunggu malam persuntingan,keresahan yang berselimut bahagia dalam ambang khayal tentang peraduan terakhir tak menyisakan apapun setelah kepergianmu kecuali segelas anggur lupa yang kau titipkan,anggur yang membuat cerita kita hanyut dan terlena tentang imaji yang kita titipkan pada nasib nggur yang membawa kita kedunia lupa akan takdir yang telah tercetak anggur yang bisa membuat kita slalu terlena akan perjalan kita,musimpun tapi pasti meninggalkan musim yg lalu musim yang kini menghadirkan polemik tentang kepasrahan dari kekuatan sang nasib.anggur lupa ini senantiasa kuteguk dan membawaku mengarungi mimpimu,mimpi yang tiada ujung dan berpangkal akan derita cerita kita entah semua yang tersurat bagai tersirat kembali membubungkan angan angan dan harapan untukmu kembali sehingga anggur lupa ini bisa terganti dengan racun kenikmatan yang slalu kita dewakan "jember bagiku bagai dunia lain seperti dongen tentang surga yang tak pernah terceritakan bukan firdaus dan juga bukan surga adn,tapi surga yang berpenghuni pesakitan hati .................................................TO BE CONTINUE
KOLOSAL MANOREH(the end)
Terlalu angkuh punggung manoreh tak seberapa besar tapi tak memberi ruang bagi alam lain untuk sedikit membuktikan kehadiranya,apalagi untuk pesakitan hati,syahdu manoreh mengungkap kegetiran yang tiada banding untuk si pesakitan yang slalu lalu lalang mengharap teduh dari secuil dahan yang landai,bukan manoreh kalau tak mampu menyusun gerai air mata menjadi kegelisahan sipesakitan kala mendegar dentum hati menjelma menjadi ungkapan ketiadaan tentang yang hakiki,manoreh tak pernah terjaga apalagi tertidur hanya mata sembabnya yang menghalau hal lkan lain untuk menerka kisah-kisahnya yang tertutur kealam pesakitan,bukan naif kala tanya dan jawab tak lagi saling terhubung pasti jalan lain yang jadi pilihan,,,,manoreh masih terlalu angkuh untuk menggungkap 'DUKA CINTA SENJA'entah berapa awan yang menutupi kengundahan hati"tapi manoreh tetap manoreh bukit yang slalu sombong,untuk dijajaki penderitaanya'kala sindoro dan sumbing mencoba mengungkap kekhawatiran untuk perpisahan,terdiam terpasung dalam rasa yang tak pernah dia tau itu rasa apa perasaan ,pesakitan terdiam dan mencoba mengangkat angan setara kunang-kunang berkelip tapi tak pasti cahayanya,manoreh tetap bisu,bisunya membahana memenuhi teratai kecil didanau sepi yang tersibak diantara hutan jati "hanya secuil"itupun tak tensng kedalamannya,hemmm......si pesakitan kembali merunduk minta Belas kasih atas kemurkaan hati,disela ron jati(daun)dua berkas sina abstrak dari rembulan yang tinggal separoh bak menampar kedua hati sipesakitan untuk mengerti tentang hidup,Manoreh tetap dengan keangkuhan merasa mampu meniutup kegundahan dari bias sinar yang terlanjur menampar kedua hati,,,,,,diam hening sunyi,manoreh sindoro dan sumbing terlallu angkuh untuk disatukan,hanya pesakitan yang mencoba mengakiri semua cerita dan berlalu untuk membunuh semua hati bukan ragawi tapi rasa dan perasaan....
MANOREH,SYAHDU
MALAM
Kala malam datang dan rasa kantuk membentangkan selimutnya di wajah bumi, aku bangun dan berjalan ke laut, “Laut tidak pernah tidur, dan dalam keterjagaannya itu laut menjadi penghibur bagi jiwa yang terjaga.”,
Ketika aku sampai di pantai, kabut dari gunung menjuntaikan kakinya seperti selembar jilbab yang menghiasi wajah seorang gadis. Aku melihat ombak yang berdeburan. Aku mendengar puji-pujiannya kepada Tuhan dan bermeditasi di atas kekuatan abadi yang tersembunyi di dalam ombak-ombak itu – kekuatan yang lari bersama angin, mendaki gunung, tersenyum lewat bibir sang mawar dan menyanyi dengan desiran air yang mengalir di parit-parit.
Lalu aku melihat tiga Putera Kegelapan duduk di atas sebongkah batu. Aku menghampirinya seolah-olah ada kekuatan yang menarikku tanpa aku dapat melawannya.
Aku berhenti beberapa langkah dari Putera Kegelapan itu seakan-akan ada tenaga magis yang menahanku. Saat itu, salah satunya berdiri dan dengan suara yang seolah berasal dari dalam laut ia berkata:
“Hidup tanpa cinta ibarat pohon yang tidak berbunga dan berbuah. Dan cinta tanpa keindahan seperti bunga tanpa aroma semerbak dan seperti buah tanpa biji. Hidup, cinta dan keindahan adalah tiga dalam satu, yang tidak dapat dipisahkan ataupun diubah.”
Putera kedua berkata dengan suara bergema seperti air terjun,”Hidup tanpa berjuang seperti empat musim yang kehilangan musim bunganya. Dan perjuangan tanpa hak seperti padang pasir yang tandus. Hidup, perjuangan dan hak adalah tiga dalam satu yang tidak dapat dipisahkan ataupun diubah.”
Kemudian Putera ketiga membuka mulutnya seperti dentuman halilintar :
“Hidup tanpa kebebasan seperti tubuh tanpa jiwa, dan kebebasan tanpa akal seperti roh yang kebingungan. Hidup, kebebasan dan akal adalah tiga dalam satu, abadi dan tidak pernah sirna.”
Selanjutnya ketiga-tiganya berdiri dan berkata dengan suara yang menggerunkan sekali:
‘Itulah anak-anak cinta,
Buah dari perjuangan,
Akibat dari kebebasan,
Tiga manifestasi Tuhan,
Dan Tuhan adalah ungkapan
dari alam yang bijaksana.’
Saat itu diam melangut, hanya gemersik sayap-sayap yang tak nampak dan getaran tubuh-tubuh halus yang terus-menerus.
Aku menutup mata dan mendengar gema yang baru saja berlalu. Ketika aku membuka mataku, aku tidak lagi melihat Putera-Putera Kegelapan itu, hanya laut yang dipeluk halimunan. Aku duduk, tidak memandang apa-apa pun kecuali asap dupa yang menggulung ke syurga.
-.:Khalil Gibran:.
Langganan:
Postingan (Atom)